Perburuan Besar Yang Di Lakukan Penguasa Muslim Mataram

Cerita yang disebut sebagai simbolik, tapi sejauh ini belum ditemukan, dengan berbagai perburuan besar yang dilakukan penguasa-penguasa Muslim Mataram ketika itu. Sebagaimana digambarkan pengamat-pengamat Belanda pada abad ke 17.

Suatu perbandingan yang menarik perhatian dapat ditarik kembalikan bagaimana lakoni para pahlawan pewayangan. Perorganisasian Buddhis dan Shiwais adalah bagian lembaga Negara pada zaman prapanca. Kepala para pendeta tentu saja sekaligus pejabat tinggi Negara.

Seperti halnya, abad pertengahan di Eropa, seni membaca dan menulis hanya dikenal sejumlah kecil orang dan sebagian besar dari mereka tergolong pendeta. Karena itu, tugas pendeta dan biarawan untuk mengurus arsip.

Setiap candi punya piagam dan dokumennya sendiri. Kalau kita percaya pada prapanca, Gajah Mada melakukan survey umum atas dokumen ini, dan yang hilang digantikan dengan jiplakan baru. Suaru survey atas hukum dan adat istiadat dilakukan dan kondifikasikan ini telah mencapai pencapaian besar perdana menteri itu.

Aturan ketat pun berlaku untuk administrasi internal, yang dipercayakan kepada beberapa anggota kerajaan anggota keluarga raja yang terdekat. Keadaan ideal menggambarkan praktik sehari-hari “administrasi public” beginilah gambarannya dari sebuah perayaan besar di Istana, semua tetua Desa, dan Suku semua wadana pulang kerumah masing-masing.

Berbagai istilah pun digunakan, mulai dari politik masyarakat hingga keterlibatan para raja, seraya berkata Waringin atau pohon beringin, masih dianggap pohon suci di desa-desa Jawa. Dalam surat perintah kerajaan, pohon beringin disebut senafas dengan rumah dan candi.

Candi dibaratkan tempat tinggal para Dewa, rumah tempat tinggal manusia hidup, dan pohon beringin yang tinggi dan besar dipercaya menjadi tempat jawa orang mati. Dengan menebangnya, membuat balas dendam roh atas Desa tersebut. Karena, Desa adalah unit sosial dasar di Jawa.

0 comments

Recent Posts Widget
close