Sejarah Masyarakat Eropa Barat Mengenai Seksualitas

Suatu perkembangan ide yang mengacu pada sejarah manusia, yang dalam hal ini dapat dipahami dan dimengerti pula sebagai sebuah cara untuk mengobservasi narasi-narasi yang sedang berkembang di tengah kehidupan masyarakat.

Konteks pemikiran dan kehidupan personal yang mengkaji fenomena  dan identitas yang amat personal sekaligus menjadi aspek kehidupan dengan mengendalikan oleh ide, kekuasaan, dan nilai norma yang sedang berlaku dimasyarakat.

Pengetahuan mengenai intimasi ternyata dapat mengendalikan sikap sampai bagaimana individu menggunakan tubuh mereka menjalin intimasi dan mengarah untuk mereproduksi demografi penduduk suatu Negara.

Demografi pun digunakan untuk kepentingan ekonomi, politik maupun militer sebagai contoh sebuah nilai dan norma yang mendorong kehidupan monogami akan memberikan suatu kesadaran bahwa perselingkungan adalah suatu tindakan yang salah.

Biasanya, hal ini mengarah pada institusi tertentu yang memang memiliki perhatian penting terhadap agama yang diketahui sebagai kesadaran individu yang mengalami persoalan terhadap KDRT (kekerasan dalam rumah tangga).

Konteks masyarakat Barat, dalam hal ini Foucault membedakan tahap sejarah menjadi tiga dalam melakukan pengendalian sosial terhadap kehidupan intimasi dan identitas manusia pra modern (agama), modern (Victorian) dan post-modern  (pasca perang dunia).

Pada era modern pengakuan dosa hanya dilakukan sangat privat dan hanya dapat diceritakan melalui pengakuan dosa, maka seksualitas individu hanya diceritakan institusi agama, maka perlu dikatakan bahwa mengendalikan kesadaran individu.

Majunya pengetahuan dalam hal ini, memang berbeda dengan berbagai pemikiran yang menyatakan bahwa kehidupan sipil (modern), hingga menjadi sebuah aktivitas, preferensi dan consensus individu tidak lagi pada ketergantungan otoritas kekuasaan (Post-Modern). Maka, dalam konteks sosial bersifat postmodern, dapat dipahami seksualitas adalah hal yang lebih mudah untuk diangkat dan dibicarakan.

Seksualitas akan menunjukan perubahan pola kekuasaan yang sedang berlaku pada saat itu untuk mengendalikan kesadaran manusia tentang kehidupan berpasangan. Jika dalam konteks kekuasaan yang berlaku adalah agama, maka hubungan seksual di luar nikah adalah haram dan orang tidak mempunyai anak akan dianggap melanggar hukum agama.

Dalam hal ini, jelas dapat dipahami bahwa jika kekuasaan yang berlaku adalah hukum agama, maka hubungan seksual telah digantikan dengan institusi Negara dan pendidikan. Dalam hal sebuah pandangan mengenai seksualitas, akan dipengaruhi dengan berbagai pemikiran Barat, yang lebih mengarah pada sebuah kepentingan ras dan etnis dapat diinklusi, kelompok minoritas pada aspek yang lain seharusnya juga diinklusi.

0 comments

Recent Posts Widget
close