Memahami pola tanaman karet pada masa colonial Belanda, dengan jajaran yang berada sistem pertanian tanaman keras merupakan hasil dari penciptaan berbagai program yang diketahui sebelumnya pada masa Kolonial Belanda.
Karet atau
rubber merupakan hasil dari pembahasan mengenai berbagai persoalan dari sistem
tanaman yang memang berada pada posisi yang melekat pada sistem pertanian
masyarakat, yang memang berada pada sistem yang diterapkan, pada masa
pemerintahan Orde Baru dengan meneruskan berbagai usaha terhadap kemajuan
pedesaan.
Banyaknya tanaman
karet ini berada pada kebutuhan akan komoditi, yang menjadi salah satu pemesanan
yang berada pada sistem tani yang diterapkan di Sintang tepatnya, guna
meningkatkan ekonomi masyarakat Daya, sebagai penghasil karet diwilayah
sub-distrik.
Ketika,
memahami berbagai kebutuhan yang melekat pada setiap kebutuhan masyarakat,
dengan meningkatkan hasil ekonomi diberbagai sector tanaman keras ini,
merupakan hasil dari pembelajaran yang diperkenalkan, melalui peran gereja
katolik sebagai bagian dari sistem yang penting terhadap pertanian, dan
kemajuan wilayah.
Peran tokoh
agama ketika, itu merupakan hasil dari setiap pembatasan wilayah yang dilakukan
berdasarkan mekanisme yang diterapkan dengan berbagai istilah yang melekat pada
dinamika sosial masyarakat yang melekat yang berada pada posisi masyarakat
pedesaan ketika itu.
Lekatnya,
peran perdagangan komoditi diberbagai wilayah, membuat hubungan program lainya
menjadi persoalan mengenai masyarakatnya. Keributan pada tahun 1970an merupakan
hasil berbagai hubungan konflik dengan melibatkan masyarakat Desa, sebagai
masalah bagi setiap batasan wilayah.
Bagaimana
peran militer ketika itu, tentunya dengan adanya hubungan tokoh agama menjadi
persoalan terhadap istilah yang diketahui dengan mekanisme yang membuat
berbagai hubungan masyarakat menjadi tegang. Belum lagi, dengan adanya
pendatang diberbagai wilayah, untuk menjadi alternatif mengenai aspek ekonomi
dan pengetahuan.
0 comments