Tionghoa Hakka, pada filsafat Barat yang memiliki perbedaan terhadap kehidupan budaya lokal, yang berawal dari hutan di Kalimantan, dan berurbanisasi dengan pola kehidupan modernisasi akan berbeda dengan spritualitas yang diterapkan.
Pada awal dari kehidupan hutan akan tampak dengan manusia yang
berawal dari mata pencaharian, dalam hal ini lebih pada pertanian dan
peternakan. Biasanya pada pribumi Timur dengan rempah – rempah lebih pada
urusan konsumsi atau dapur.
Pada masa kolonial Belanda berakhir dan berawal dari perebutan
kemerdekaan, Tionghoa Hakka dan masyarakat adat di Kalimantan telah mengenal
agama kristiani yang dibawa oleh pastor yang bertugas dan berkunjung dikampung –
kampung hingga saat ini.
Ketika hal ini memiliki peran terhadap kebudayaan lokal maka, akan
lekat pada budaya lokal yang berdampak pada kehidupan hutan yang berperan pada
manusia yang memiliki batasan terhadap perolehan manusia yang memiliki dampak
terhadap kehidupan bar – bar masyarakat perkotaan.
Hutan di Kalimantan, tepatnya di sungai – sungai yang ada di
pedalaman Kalimantan Barat, akan memiliki peran penting terhadap penjagaan
hutan, dan danau sentarum yang diketahui dengan kehidupan sosial budaya di
masyarakat hingga saat ini.
Maka, jalan – jalan di Pontianak diberikan nama seperti itu,
dengan kapasitas masyarakat dan moralitas mereka terhadap perdagangan, ekonomi,
dan sosial serta budaya yang mengklaim terhadap perebutan sumber daya manusia,
dan mata pencaharian.
Hal ini diketahui pada abad 21 hingga saat ini berawal dari
kehidupan sosial dan moralitas mereka, terhadap spritualitas yang begitu kejam
dan buas akan sangat berbeda,maka pemahaman filsafat akan diketahui baiknya,
pada tingkat pendidikan dan konsumsi, serta apa yang berawal dari kehidupan
hutan di masyarakat sebelumnya.
0 comments