Tionghoa - pribumi memiliki peran terhadap budaya masa lalu sebagai kehidupan kotor pada hutan dan pertanian di pedesaan. Biasanya orang secara kolektif menyerang dengan berbagai pembangunan ekonomi – bisnis di masa lalu yang kotor.
Pada turunan generasi nenek moyang – orangtua yang berawal dari
kehidupan Desa dengan perkebunan kelapa misalnnya dapat menghilangkan nyaawa
manusia. Hal ini menjelaskan kesamaan budaya Tionghoa – Batak – Dayak Pedalaman
Kalimantan tidak berbeda jauh dari kehidupan di masa lalu.
Sehingga secara kolektif mereka saling menyerang pada setiap
kepentiangan politik kekuasaan pada provinsi yang dipahami sebagai awak dari
kekejaman mereka di masyarakat dan Negara. Hal ini diketahui bahwa mereka hidup
sesuai dengan pola pertanian yang enggan tumbuh subur – Jawa.
Pontianak, memiliki kota yang hendak diketahui dari generasi
mereka hingga pada pengetahuan pada abad 21 saat ini berasal dari kalangan
biasa – non priyayi, yang bergabung dan menggangap dirinya ber Tuhan Biasanya
pada masyarakat Jawa dengan orang yang tidak menjadi apa apa berkumpul, pada
kelas sosial biasa, memang tidak memiliki malu.
Hal ini menjelaskan bahwa pergeseran kelas sosial, dan mata
pencaharian pada masa PDI Perjuangan dan kehidupan kotor mereka di masa lalu
telah menjalaskan berbagai pelayanan Tuhan seperti iman dan uskup terjadi di
pedesaan, hal ini begitu buas lebih baik darimana kejam dalam hal ini.
Ada suatu cerita dalam hal ini mengenai spritualitas maka Suster
kejam juga terjadi, serta berbagai media mencoba membuka diri bagi kalangan
agamis atau sebaliknya pada perayaan misa syukur yang diselenggarakan oleh para
pastoral yang bertugas.
Dalam berbagai kesempatan budaya dan agama masyarakat Jawa yang
singgah dan ikut serta pada agama kristiani dengan kepentingan mata
pencaharian, kelas sosial, dan kesalahan nenek moyang mereka di masa lalu
terjadi misalnya perang Jawa, Kalimantan, Sumatera dan Tionghoa Indonesia,
hingga Indonesia merdeka – Orde Baru – Reformasi.
0 comments