Pontianak, berada di kawasan Tionghoa Hakka, dan kemiskinan kota tentunya memiliki pengalaman menarik tentang kehidupan sosial masyarakat Tionghoa yang hidup di gereja katolik terutama di paroki.
Dengan pendidikan yang rendah,
bagi mereka hidup dengan asset seperti rumah yang saat ini mereka tinggal
berdasarkan ekonomi politik, dan hasil seksualitas menjadi jelas bagaimana
mereka hidup pada politik perkotaan.
Kehidupan para imam dan Uskup
dengan latar belakang pendidikan yang rendah sebelumnya telah menjadi awal dari
kehidupan budaya dan seksualitas yang berakar dari persoalan budaya dan agama (2023 -) Negara.
Ketidaksenangan terhadap kaum
Tionghoa Hakka, dan Tionghoa Hokkien (Jakarta) tentunya memiliki tingkat
pendidikan dan pekerjaan yang berbeda dari sebelumnya. Maka, kolektifitas dan
konflik seringakali terjadi.
Pemerasan dan kemiskinan menjadi
obrolan yang panjang dalam merencanakan berbagai istilah dari pelayanan umat.
Berkedok agama katolik, lebih tepatnya dalam hal ini terutama bagi mereka
memiliki kepentingan politik, dan seksualitas yang tidak memiliki malu, ketika
mereka ingin berbicara, Tionghoa Hakka (paroki MRPD).
Orang seperti itu, hasil
asimilasi budaya Dayak – Tionghoa Hakka, tidak memiliki moralitas dan etika,
ketika mereka memahami politik, dan keamanan hal ini diketahui untuk memahami hukum. Hal
ini menjadi catatan bagi keuskupan Pontianak, dan Paroki terutama umat mereka
yang hidup dan tinggal serta beragama katolik.
Tionghoa hakka - pribumi, hidup dengan pendidikan dan kelas sosial rendah tetapi memiliki kecerdasan dalam penyingkiran ekonomi politik lingkungan gereja atau paroki, telah disebutkan bagaimana mereka hidup dari perpindahan agama katolik dan non kristiani, tidak mengenal Tuhan - Katolik.
Menarik, di kawasan Tionghoa Hakka - paroki, dengan pendidikan keluarga yang rendah, ekonomi bisnis biasa saja, dengan pekerjaan apa adanya misalnya, cukup berani untuk menjalin cinta dengan kelas sosial yang tinggi, begitu juga HKBP (Batak).
Kolektif menyerang tidak heran bagi mereka hidup yang berasal dari kalangan kelas sosial biasa. Apalagi sebagai pengurus gereja Katolik, dan hal ini diketahui baik dengan berbagai kegiatan yang di langsungkan.
Ekonomi lokal, meliputi berbagai persoalan kemiskinan, mental serta budaya rakyat Indonesia, yang berbeda dengan budaya masyarakat Barat. Hal ini memiliki kehidupan sosial, dan tingkat pendidikan yang berasal dari kalangan pedesaan - perkotaan.

0 comments