Konsumsi Dan Kesehatan Budaya Masyarakat Asli Di Gereja – Gereja Katolik Indonesia

Pontianak, harga beras mahal hampir sekitar Rp. 13.000 – 14.000 (pasar) dengan nominal masing – masing dikonsumsi perumah tangga mencapai 25 – 30kg. Sedangkan beras cadangan pemerintah, berkisar Rp. 49.000 / 5kg dengan harga Bulog yang ada di Indonesia, dan BUMN rata -rata berkisar seperti itu.

Konsumsi dan kesehatan tentunya memiliki security atau keamanan bagi ketersediaan dan harga pangan yang layak dikonsumsi masyarakat secara baik, dengan harga yang terjangkau dan sehat. Hal ini menjelaskan bahwa ketika isu kemiskinan dan pengangguran terjadi.

Yang berawal, adanya pekerjaan yang baik terutama di sekitar lingkungan gereja katolik - non , hal dapat diberikan bagi keluarga yang bisa mengkonsumsi beras candangan pemerintah dan kita. Karena terbatasnya, ekonomi dan pekerjaan yang baik diberbagai sektor.

Tionghoa Indonesia, dalam hal ini dengan ekonomi pertokoan akan mampu memberikan solusi bagi pekerjaan kaum pribumi dengan tanah luas yang berasal dari masyarakat adat di Indonesia. Dengan harga yang mahal, dan tentunya dengan kesehatan yang beresiko, seperti pengangkutan.

Maka, dapat diketahui dengan adanya moralitas dan etika ekonomi, dimasa lalu menjelaskan berbagai hal dari masalah kepentingan politik dan ekonomi, dan pekerjaan hidup layak mereka di Pontianak, sebelum berurbanisasi di Jakarta.

Dengan begitu, berbagai hal terkait konflik pangan, dan lainnya diharapkan Tionghoa dan Batak dengan pekerjaan mereka dimasa lalu, menyadari kehidupan sosial dan budaya hidup mereka setelah berurbanisasi dari Sumatera, Jawa, dan Kalimantan, tepatnya Pontianak.

Kepentingan ekonomi yang menghasilkan seksualitas terhadap perbedaan agama katolik dan Protestan pada masyarakat adat Asli di Indonesia, tentunya memiliki ekonomi atau uang yang berbeda, dengan hasil yang diperoleh dari kota – kota di Indonesia.

Suatu pandangan yang berawal dari kehidupan sosial, budaya dan agama akan lekat pada dinamika masyarakat dan moralitas dalam setiap kehidupan masyarakat adat di Indonesia, yang memiliki keragamaan suku, etnik, budaya dan bahasa.

Maka, akan membahas mengenai Tionghoa Indonesia, ditengah krisis tenaga kerja dan kemiskinan hidup mereka, pada tahun 1998 dan selama Covid19 2019 – 2023 dalam hidup mengereja, dan bagaimana perlakukan hidup Pribumi Indonesia, terhadap berbagai aspek dan sistem teknologi, transportasi, dan moralitas ekonomi hidup mereka di Indonesia.

0 comments

Recent Posts Widget
close