Keuskupan Agung Sintang, gereja tertua untuk wilayah di Kalimantan Barat. Memahami iman kristiani, dan kehidupan spritualitas masyarakat adat Dayak – Tionghoa yang berasal dari kawasan hutan, dan danau Sentarum.
Ketika masyarakat adat Dayak Iban mengenal Hutan adat, dan Negara
menjadi pembelajaran bagi mereka untuk melindungi hutan dengan baik. Maka,
dengan adanya kehidupan sosial budaya, dan agama akan tampak pada pedalaman
pedesaan yang tinggal dikawasan tersebut.
Maka, dengan adanya budaya sosial, akan dipahami dengan adanya budaya lokal yang mata pencaharian dari hutan seperti madu hutan, karet pertanian dan lainnya. Yang memiliki dampak terhadap budaya lokal, masyarakat serta perairan atau sungai.
Hasil yang diperoleh dari sungai meliputi ikan belidak, yang paling popular dalam kehidupan masyarakat lokal yang berasal dari Dayak Iban. Dayak iban yang menghuni Kapuas hulu terlama, adalah masyarakat Tionghoa marga Bong, pada masa Gubernur Oevang Oeray 1960an.
Yang hidup dan berasal dan hidup dikota Kapuas Hulu sebelum RI, maka ekonomi politik dijalani kehidupan sosial ekonomi Tionghoa disana, dekat dengan jalan batas Negara seperti Malaysia. Maka, untuk diketahui dengan adanya budaya lokal masyarakat adat disana.
Akan dikenal dengan adanya budaya tradisional, sedangkan ekonomi berlangsung, dan kebutuhan dan pembangunan gereja katolik disana, masih dibutuhkan dengan adanya bantuan dari pemerintah, dan masyarakat adat.
Kemajuaan iman, masyarakat iban terlebih dahulu hadir di
Pontianak, dengan adanya hubungan iman dan seksualitas yang berasal dari
kalangan masyarakat Provinsi yang memiliki asal dari kebutuhan lokal,
masyarakat pribumi yang berurbansiasi dari kota dan Desa untuk bekerja.
Tionghoa Pontianak, akan memiliki perbedaan iman yang berasal dari
katolik - non dan korban etnik pada tahun 1967 berawal, dan terjadi pada Madura pada
tahun 1998. Hal ini berasal dari konflik dan filsafat tiongkok yang berasal dari
kalangan masyarakat Tionghoa Pontianak dan keburukan hidup mereka di
masyarakat.
Hukum, Kemiskinan Dan Seksualitas - Biologis
Kriminalisasi yang berasal kalangan masyarakat Tionghoa Pontianak -
Jakarta, dan Islam memungkinkan terjadi dilakukan oleh konflik di masa lalu, dengan status
spritualitas 1967 hingga sekarang - Ordo Kapusin, dan kehidupan politik, serta moralitas yang buruk dimasyarakat,
dan hingga saat ini terjadi dengan baik.
Maka, dapat dipahami dengan adanya budaya lokal, yang berasal dari
kalangan Tionghoa - pribumi (Jawa, Batak dan Melayu) yang beragama katolik dan non, seperti Protestan, Islam dan
Budha serta Konghucu yang berdomisili di Pontianak, dapat dipahami bagaimana
karakteristik dan hidup kepentingan mata pencaharian di masyarakat adat di Kalimantan.
Kekerasan atau kejam Tionghoa (djan dan bong) di Pontianak, dalam rumah tangga, Lim - Dayak sering terjadi hingga polisi dapat menjadi pelaku kekerasan dan hukum melindunginya selama ini, dan lingkungan serta Gereja Katolik. Pemerasan tidak berbeda jauh dari kehidupan sosial ketika berkuasa secara ekonomi.
kekerasan, dan pemerasan melalui keseharian dan pelaku konsumsi yang terjadi dengan berbagai hal terkait sandang, pangan dan papan kaum pribumi (Dayak, Timur : Ambon, NTB, NTT dan Papua, Batak serta Jawa) kolektif, tetapi Tionghoa Hakka tinggal di Indonesia melalui kemandirian ekonomi ketika migrasi dan urbanisasi - Jakarta telah tampak berbeda.
1980an - hingga sekarang, maka akan tampak dengan pekerjaan sehari - hari di masa tua dan muda hidupnya selama mengereja - imam dan pendidik di paroki dan KAP pada pertumbuhan kaum muda dan anak - anak.
Ketika tampak perusakaan lingkungan dan kelas sosial dan pelanggaran hukum lebih banyak dilakoni kaum pribumi dan Tionghoa (djan, L), Kaya maka di dalam rumah di kota Pontianak dan Kab, hasil seksualitas atau biologis yang buruk 1930an terjadi.

0 comments