Tionghoa Indonesia, berada pada sistem moralitas terhadap keuangan yang ada di masyarakat lokal secara khusus. Hal ini akan dibahas secara baik, bagaimana kehidupan sosial budaya dan agama berperan dalam setiap generasi mereka di Indonesia.
Birokrasi Tionghoa dapat dihitung berapa banyak kepentingan bisnis dan politik yang berasal dari kalangan migrasi sebelumnya. Sebagai Tionghoa Indonesia yang sudah lama bekerja sebagai buruh tani, pedagang, pendidik, pengusaha dan diplomat sedikit di Indonesia.
Maka akan tampak sedikit sekali hal ini
terkait politik partai (2000 -) yang berasal dari ketidaksenangan, penyingkiran dan atas agama
kristiani - non di Indonesia, pada politik lokal di Kalimantan.
Hal ini disadari bagaimana
konflik ekonomi, etnik dan agama berawal dari politik lokal pada tahun 1930an –
1967 yang secara agamis terjadi di Keuskupan Agung Pontianak Tionghoa Hakka, mengakibatkan korban jiwa berjatuhan.
Tidak terkecuali dengan Keuskupan Agung Jakarta yang berawal dari kalangan
Tionghoa Hokkien - Jawa.
Melalui pedesaan dan pedalaman Kapuas Hulu, berawal dari
kemiskinan daerah masuknya Tionghoa Hakka untuk berdagang, maka mereka lekat hidup
pada masyarakat lokal Dayak Iban dengan baik dan damai. Tidak awalnya menjadi
bagian dari aspek sosial dan budaya di kota pada masa kolonial belada dan kemerdekaan.
Hanya saja bagaimana
perlakukan dan pendiri suatu bangsa pada sistem pendidikan dan kesehatan yang
berasal dari kepentingan seksualitas dan ketulusan dalam setiap sistem
pertanian berdasarkan konsep Agama Kristian - budaya penjarahan - kelas sosial sebelumnya, serta penyingkiran.
Maka dari itu berbagai tantangan awal dari perantau dan migrasi
diberbagai daerah di Indonesia, menjelaskan adanya perubahan hidup di Negara
lain, dan bisnis serta ekonomi yang hendak diketahui bagaimana mereka
memperoleh kedamaian, serta karakteristik hidup mereka di kalangan kelas sosial
seara khusus.
Kemiskinan suatu Negara,m seperti Indonesia menjelaskan berbagai
tantangan terhadap karakteristik manusianya berdasarkan agama yang dipercayai.
Maka, krisis ekonomi, budaya dan spritualitas menjadi awal dari tumbuhnya
konflik seksualitas, politik, dan agama serta budaya yang mempengaruhi
pandangan dan pemikiran secara sederhana.
Di Keuskupan Agung Pontianak, dengan adanya masalah moralitas dan
etika manusianya ada pada orang, atau keburukannya berdasarkan pandangan Islam
di Indonesia. Hal ini disadari dari berbagai hal terkait moralitas, etikan dan
kepentingan politik, dan rasa tidak senang bagi kaum non nasrani.
Hidup pada kawasan tersebut, tentunya tekanan bagi pemilik modal
atau yang memiliki uang tentunya sebagai politik ekonomi yang berawal dari
pendidikan dan kesehatan yang diemban dalam hal ini guna bersaing tidak sehat
terjadi.
Birokrasi dan sistem politik yang tidak seimbang, dan menyimpang
dari kepentingan politik serta layanan publik yang tidak baik pada masa periode
politik di Kalimantan Barat terjadi. Hal ini menjelaskan bahwa lingkungan
menjadi catatan terhadap karakteristik masyarakat etnik dalam bekerja dan berekonomi,
serta dampak pada konsumsi, dan informasi serta ketidakjujuran kehidupan sosial di masa lalu.

0 comments