Birokrasi sebagai pelayan dalam umat katolik dan non katolik menjadi penting dalam melihat peluang bisnis ketika itu sekitar pada tahun 1960an ketika Indonesia sedang masa kemerdekaan, Orde Baru, Reformasi hingga Revolusi.
Kemiskinan memiliki dampak pada setiap politik yang terjadi di
masing – masing kota, terutama di Ibukota Provinsi , dan Gereja Katolik. Maka, dengan adanya
persoalan sosial budaya, dan masyarakat pribumi di Indonesia, akan tampak pada
kebuasaan mereka bekerja.
Imam dalam hal ini, tampak dengan pendatang dari kepentingan
ekonomi dan politik terutama yang bekerja dilingkungan gereja katolik di
Indonesia. Hal ini menjelaskan dari pandangan politik PDI Perjuangan, dan
pendiri bangsa.
Penyingkiran terjadi dalam hal ini, guna berkedok agama, dan
kehidupan sosial budaya mereka di masyarakat, terutama masyarakat Tionghoa –
pribumi di Pontianak. Budaya tanpa malu adalah pribumi di Indonesia, dengan
hasil seksualitas dan pekerjaan di lingkungan gereja katolik di Indonesia,
secara khusus di Pontianak.
Hal ini, menjelaskan bagaimana sistem ekonomi politik, berjalan
dari pedesaan hingga perkotaan, dan fasilitas apa yang diperoleh. Penyingkiran
pekerjaan pada masa Orde Baru dan pemerintahan Oevang Oeray, Kapuas Hulu.
Hal ini menjelaskan bagaimana kolektifitas dan kehidupan sosial budaya dan agama katolik di Provinsi Kalimantan barat terjadi. Seksualitas menjadi alat sebagai merusak kaum perempuan dan laki – laki dengan kelas sosial rendahan mereka.
Bagi lulusan santo petrus, dan Widya dharma, Polteq Pontianak, dan Untan oleh orang Tionghoa – pribumi, Batak kejahatan seksualitas - ekonomi, merupakan budaya memaksa tidak punya malu (HKBP - Paroki MRPD), itulah fakta terjadi, Pontianak rentang waktu 1980an - 2023 urbanisasi.
Penyingkiran pendidikan, dan politik menjadi kejahatan medis bagi pengabdi politik guna mendapatkan pekerjaan, di kalangan birokrasi dan imam, Jakarta. Jika hal ini penting dalam melihat berbagai aktivitas hidup mereka, sebagai perantau, dan hidup.
Dalam sistem ekonomi mata uang hingga saat ini di Pontianak. Sebagai pengurus gereja katolik, di Keuskupan Agung Pontianak jelas sekali. Merencanakan kejahatan bagi non kristiani disini, dalam hal ini menjelaskan ketidaksopanan mereka terhadap prilaku kaum pendatang atau berbeda Negara.
Hal ini merencanakan kejahatan pada tubuh manusia, serta keuangan, dan kekerasan serta konflik etnik, dilingkungan gereja katolik - sekolah, serta pekerjaan dan Rumah Tangga tanpa disadari terjadi apalagi, di Kalimantan Barat asimilasi budaya suku Tionghoa Hakka - Dayak.

0 comments