Keuskupan Agung Pontianak, menjelaskan adanya perubahan politik yang memiliki dampak terhadap keamanan security terhadap makanan yang diperoleh. Dalam hal ini, berbagai manfaat masyarakat Jawa yang datang berurbansiasi di Kota Pontianak akan tampak dengan konflik yang dibuat, kegeraman, amarah dan tanpa kasih.
Ketika memahami kondisi masyarakat Jawa yang berasal dari
tempatnya, dan berada di Pontianak akan dijelaskan kehidupan sosial budaya dan
agama serta asimilasi dan seksualitas yang mereka terapkan pada pendidikan dan
kesehatan yang ada di wilayah Keuskupan Agung di Indonesia.
Pada kepentingan politik partai, hendaknya diketahui mereka akan
bekerja dalam kehidupan gereja katolik hal itu berasal dari masyarakat pribumi
yang berasal dari Indonesia terutama Jawa. Budaya dan kehidupan sosial, serta
ekonomi tampak dengan adanya kekuasaan, politik dan ketidakberdayaan serta
kemanusiaan.
Kemanusiaan dalam hal ini, adalah yang tampak berbeda iman dan
budaya gereja katolik serta kehidupan alam dan lainnya. Maka, untuk memahami
tingkah laku dan kehidupan mereka yang ganas akan dipahami dari apa yang mereka
peroleh dalam sistem ekonomi di Indonesia.
Seringkali, hal ini menjadi penting dalam melihat aspek kehidupan
sosial budaya, dan agama katolik yang ada di wilayah ini. Maka, dengan demikian
bagaimana mereka bekerja di daerah dalam setiap kepentingan politik di daerah.
Gereja Katolik dalam hal ini, diketahui dengan adanya kepentingan
masing – masing penguruh sehingga budaya kepo, banyak bicara menjadi baik
menjadi tradisi tradisi masyarakat Jawa – Tionghoa – serta Dayak disini pada
periode waktu tahun kolonial Belanda
hingga kemerdekaan.
Hal ini menjelaskan bagaimana pembangunan di Indonesia,
berdasarkan kekerasan fisik, verbal, dan konflik etnik terjadi diberbagai
wilayah yang ada di Indonesia. Moralitas dan etika ekonomi menjadi baik dalam
setiap kehidupan duniawi mereka untuk tinggal di persekolahan, dan kehidupan
sosial budaya dan agama katolik.
Politik ekonomi tanpa malu dilakukan oleh djan dalam kehidupan
persekolahan santo petrus dan Paulus, dan kampus Widya Dharma – Polteq dalam
kepentingan politik, ekonomi dan bisnis berdasarkan pembentukan kota Pontianak,
dan Ibukota Jakarta, demikian Romo.
Hidup di tanah Dayak pedalaman, tentunya menikmati hasil seksualitas
ekonomi, politik dan konflik etnik yang harus di bayar dalam kehidupan sosial
budaya dan agama katolik di Indonesia,
dan luar negeri untuk bekerja, dan kejahatan medis dalam rumah tangga (djan) - batas,
1980an hingga tahun ini di Pontianak, 2023.
Artinya, pemerasan dalam rumah tangga, Lai (notaris) kekerasan, santo petrus dan santa maria, ekonomi dan numpang hidup sebagai awal kehidupan sosial mereka di sekolah - sekolah katolik, dan kebiadaban orang Tionghoa Hakka, Pontianak, Indonesia – pribumi.
Sedangkan di lingkungan Keuskupan Agung Pontianak terjadi terutama pendidikan dan kesehatan serta merencanakan kemiskinan pada mata uang antara wilayah hulu dan hilir sungai. Seperti sekolah milik mereka saja.
Begitu juga dengan pekerjaan yang mereka peroleh orang Tionghoa Indonesia disini. Kriminalitas, menjadi baik bagi keluarga (djan) militer - bong, dalam hal ini, baik dalam setiap konflik dan rencana kejahatan medis, melalui rumah tangga, dan konsumsi yang diperoleh.
Pedesaan, di Kalimantan Barat dan Jakarta, serta migrasi melalui berbagai Negara - Malaysia, selama hidup tidak terjadi kriminalitas mereka di Indonesia, hanya pada ketidaksenangan sebagian orang Jawa - Orang Batak Siregar - Sihombing (HKBP) dan Marpaung - Islam terhadap Tionghoa, menjadi dugaan karena seksualitas.
Binatang seksualitas buat numpang hidup untuk bekerja di lingkungan gereja katolik dan politik 1970an - 1990an hingga sekarang pada masa Pemerintahan Oevang Oeray, dan Orde Baru, terjadi hingga saat ini, terjadi kesenjangan politik ekonomi, dan konflik budaya di Pontianak.

0 comments