Gereja Katolik, pada tahun 2023 lalu kemiskinan dan pengangguran disampaikan melalui media online. Sedangkan kriminalitas masyarakat adat Melalyu, dan Batak yang tinggal di Pontianak sebut saja Sihombing itu, dengan kekerasan dan ekonomi yang dibuat dalam hal ini.
Numpang hidup di gereja Katolik,
dengan partai politik PDI Perjuangan, dan aparat keamanan yang bersangkutan.
Hal ini menjelaskan tidak ada kejujuran kaum pribumi protestan (orang) dalam
hal ini, serta agama katolik sebagai umat di gereja katolik Roma.
Kemiskinan disampaikan karena
tinggal dalam ruang lingkup gereja katolik, dan pelayanan yang dirancang
sebagai bagian dari kekerasan di buat oleh sejumlah imam dan Uskupa pada masa
itu, tahun 1960an – 2023, termasuk isu Teroris - Islam Indonesia.
Dengan berbagai hal terkait
dengan pemaksaan seksualitas, hanya seorang oknum sihombing dengan kelas sosial
rakyat biasa dalam hal ini, Tinggal di Pontianak dan urbansiasi sebelumnya di
Jakarta, tentunya berkaitan dengan Tionghoa Indonesia, dalam hal pekerjaan dan
bisnis, tenaga medis, dan pendidik.
Birokrasi rendah ketika itu
khususnya di Kalimantan barat, tentu oleh orang Jawa, dan Dayak pada tahun
1960an – 1999. Ketidaksenangan, irihati tentunya ada masalah dengan urusan
masyarakat Tionghoa Indonesia, pada masalah seksualitas. Maka pekerjaan Lokal,
Pontianak di selesaikan dan tidak bekerja karena kepentingan politik.
Saat ini, mereka numpang hidup di
gereja katolik Indonesia, termasuk sekolah, dan rumah sakit tanpa memiliki malu
atas nama gereja katolik, bahkan pindah agama katolik. Uskup disini paling
pendidikan melalui sumbangan, dan pembangunan gereja katolik.
Selayak miliknya, tetapi tidak
memiliki moralitas dan etika terutama pejabat politik yang hidup dan tinggal di
Kalimantan – Jawa. Hal ini, menjadi catatan termasuk ekonomi dan bisnis di
lokal, Pontianak. Dengan adanya kriminal yang disampaikan secara jelas dibuat
oleh Orang Batak – Tionghoa Indonesia, itu sendiri di masa lalu.
Kemudian, bermigrasi ke Negara lain 2018 - 2023, yang mendapatkan
posisi di pemerintahan, bisnis dan ekonomi, serta kepentingan transportasi
Negara lainnya, tidak memiliki malu ke Negara Amerika Serikat, Australia, dan
dengan kepentingan politik, ekonomi dan seksualitas, terutama orang Tionghoa –
pribumi Indonesia.
Untuk tidak menyimpang dendam,
atas kesalahan masa lalu dengan pembunuhan massal yang dilakukan orang Tionghoa
– Dayak, untuk kekuasaan, pertanahan, dan perkebunan, maka mereka hidup
seksualitas dengan asimilasi budaya mereka. Jika tidak terjadi, maka mereka
marah dan inging meengancam, melakukan kekerasan Jawa – Batak (Orang Sihombing
- Siregar) 1993an - 1998.
Orang yang mendapatkan fasilitas, adalah yang taat terhadap politik Indonesia, aparat keamanan, birokrasi dan wartawan yang dibayar dengan amplop dari setiap kejadian yang tidak disampaikan melalui wartawan kompas (Nasional dan Lokal), dan ketidakjujuran, dan konflik yang rencanakan bahkan.
Misalnya terjadi, itu adalah hidup dalam suatu Negara untuk merampas aset individu, kelompok, dan Organisasi yang tinggal pada kawasan Hutan, dan karakteristik hidup mereka, menjadi alat perang saat ini oleh Orang Dayak di Kalimantan, Pribumi serta Tionghoa Indonesia.
Metode yang diterapkan dari asimilasi budaya, dan seksualitas menjadi catatan kehidupan sehari - hari hidup di masyarakat, dan di lingkungan melalui seksualitas dan uang, kejahatan saat ini setelah tidak ada konflik etnik dalam pembunuhan Massal, di Kalimantan, dan Jakarta, pada krisis ekonomi serta kesehatan RI, Protestan (temuan menarik).

0 comments