Melayu Dan Politik Di Pontianak

Politik di Kalimantan Barat pada tahun 2024 telah di duduki oleh Gubernur Sutarmidji M.Hum. Pada tahun (2017 -) perubahan pada ruang kota dan sekitar wilayah keraton yang tidak diintervensi oleh budaya lainya seperti Dayak diketahui dengan adanya budaya dari Ketua Agama dan Sultan yang memiliki wewenang pada pemerintahan dan Negara.

Perbatasan sambas yang memiliki tempat untuk baik terhadap kebenaran merupakan salh satu wilayah yang baik untuk dipahami dari setiap hukum tata Negara. Pendidikan, kesehatan dan transportasi hanya belum gratis. Brunei Darussalam merupakan penguasa minyak dan gas yang kini memiliki pengaruh terhadap kekuasaan dan ekonomi.

Untuk diketahui setelah itu, berbagai kepentingan tenaga kerja dibutuhkan dalam setiap kepentingan agama di Kalimantan Barat. Ketika itu dimulai dari Pontianak kota, hingga berbagai hal terkait kepentingan masyarakat Dayak di Pontianak, rasa tidak nyaman ada pada politik di Kab. Landak dan Kapuas Hulu.

Sistem ekonomi terbagi dengan baik adaya politik seksualitas pada kebudayan Jawa dan Tionghoa hal ini menjelaskan berbagai history pembangunan kota Pontianak, hingga terjadi kelaparan pada politik 2008, PDI Perjuangan. Hal ini menjelaskan dengan adanya Masyarakat Adat Dayak dari hasil seksualitas, yang diduduki oleh pemuka agama katolik.

Hal ini dipahami bahwa berbagai hal sistem ekonomi dijalankan dengan berbagai kebiadaban orang Tionghoa Hakka dan Dayak dari hasil seksualitas hidup mereka selama politik di Kalimantan Barat. Tanpa malu ingin masuk pada sistem keluaraga dan kerajaan.

Maka, dipahami intervensi dari djan dalam sistem politik dan ekonomi yang begitu buas pada masa muda hidup selama berumah tangga, meliputi konsumsi, pendidikan dan kesehatan serta kekerasan agama katolik di Indonesia.

Maka jelas kebudayaan Jawa dari hasil asimilasi politik dan keinginan untuk menguasai ekonomi dan science telah jelas atas kehidupan sosial dan budaya di masyarakat adat Dayak dan Jawa pada tahun ini di Kalimantan Barat. Berpura – pura baik kali ini, orang jawa.

Dengan hasil seksualitas hidup dan masyarakat yang saat ini terjadi dengan adanya kehidupan beragama dan budaya untuk numpang hidup di Pontianak dan termasuk Dayak Iban dan Martinus tepatnya di Kapuas Hulu 1970an – 2004.

Untuk membodohi Bong yang belum mengenyam pendidikan tinggi dilakukan sebagai intervensi dari budaya Jawa dan Melayu, rasa malu tidak ada lebih baik daripada kebuasan hidup di agama katolik dan komunitas, Itu adalah kebuasaan dan kekejaman Tionghoa Indonesia dan Dayak dan Jawa di Pontianak, Kalimantan Barat. 

Dijelaskan dengan  baik (djan) telah diuraikan dengan jelas. Bidang kesehatan dikuasai oleh politik di tanah Jawa sebagai pendiri bangsa, dengan kemiskinan hidup, dan dinamika budaya dan pemerasan pada setiap bidang termasuk birokrasi, rumah tangga djan. 

Subjektif, itu adalah "Tidak punya malu" untuk memeras dan konflik dilakukan dengan uang, yang dikerjakan oleh Bong selama sehari – hari, tidak memiliki malu sebagai dosa awal hidup dan berpura – pura dalam setiap hidup mengereja dan berumah tangga dan politik sebagai mulut manis seorang lelaki seksualitas (djan).

Setelah kenyang dalam kehidupan hidup dengan makan seenaknya djan itu maka, pengusiran dilakukan dengan kebiadaban hidup sebagai orang Tionghoa urbanisasi yang miskin hasil numpang hidup. 

Maka selama hidup dalam komunitas gereja katolik santo Yosep. Sementara untuk paroki MRPD dan kring 6, tidak mampu untuk masuk sebagai orang yang tidak memiliki wewenang tidak berbeda jauh terjadi ketidakrendahan hati yang diperoleh dari setiap aktivitas hidup sebagai Islam sebelumnya.

Hal ini menjelaskan dengan baik adanya dinamika budaya dan agama yang dijelaskan untuk djan dan keluarga bertahan hidup dari hasil ngentotnya pada seksualitas yang miskin 1970an – hingga sekarang birokrasi awalnya di Sintang. 

Demikian cara hidup marga djan pada kehidupan rumah tangga djan, dan Lim itu itu tidak berbeda jauh pada kepentingan keamanannya selama hidup masyarakat Dayak yang miskin dan pengangguran, ada yang menjadi pengajar, tenaga medis, dan bisnis.

Pemuka agama tentunya memiliki tempoat untuk mengemis pada Negara maju seperti Amerika Serikat, Malaysia dan Inggris RRT dan Hongkong begitu juga Taiwan, karena tidak berani intervensi pada Melayu pada sistem politik Di Kalimantan Barat. 

Maka, melalui pelayanan dan hidup selama mengereja dan pelayanan, maka hal ini dengan hasil seksualitas orang muda katolik selama mengereja dan berpendidikan. Maka, jelas kehidupan orang Dayak di Kalimantan Barat berdasarkan hasil seksualitas di Indonesia. 

Kejahatan dari spritualitas dilakukan dengan baik adanya, melalui budaya dan loby politik sebagai tempat dari konflik etnik di masa lalu 1967 dan 1999 sebagai alasan hidup masyarakat Jawa, Tionghoa Dan Dayak dari hasil seksualitas politik.

Penjahat medis, tukang ngentot dilakukan Tionghoa dan Batak - Jawa, dan Dayak sebagai aksi untuk mendapatkan tempat pada kaum elit trjadi, Rumah sakit, 2000 dkk untuk berkuasa dari kesehatan. 

Maka ekonomi bisnis konsumsi di hancurkan oleh mereka, kedok agama diketahui baik melamban terjadi.  Kepala suku di Pontianak sebagai cara numpang hidup, maka diketahui dan politik identitas pada budaya dan kemiskinan hidup, untuk mengumpulkan harta dengan kelas sosial Batak, Sihombing. 

Pada rumah sakit antonius cara mencari nafkah selama politik dan spritualitas. Bermata pencaharian tukang ngentot dan imam katolik Kapusin, dan Projo dramatis menjadi ketua agama misalnya.  Penjahat kelamin dalam tugas pemuka katolik dan sekolah Gembala Baik dan Santo Petrus. 

Dalam kekuasaan iman kristiani.  Dan seperti miliki mereka saja sekolah dan kesehatan di Pontianak, Indonesia dan gereja.  Maka diketahui terutama pada masyarakat kerajaan Jawa kaum Kesultanan terdahulu, terutama Yogyakarta. Maka, diketahui dengan baik hal ini terjadi pada konflik disengaja pada kemiskinan dan seksualitas direncanakan.

0 comments

Recent Posts Widget
close