Keraton Melayu, sudah berdiri sejak masa kolonial Belanda hal ini diketahui dengan adanya candu atau opium yang menjadi ladang bisnis kerajaan tersebut dan masyarakat yang tinggal diwilayah sungai. Hal ini dikarenakan pusat bisnis, terletak diwilayah kota masyarakat keraton Melayu.
Yang tinggal diwilayah tersebut adalah orang kerajaan keraton atau
family, yang berdekatan dengan area sungai pekong dan Kapuas. Sejarah perdagangan
dan bisnis masyarakat Tionghoa Hakka, di masa lalu terletak pada dinamika
sosial dan budaya masyarakat adat Melayu yang berasal dari kalangan pedagang
dan keraton atau bangsawan.
Hal ini dijalankan dengan pedagang Tionghoa yang berasal dari
jalur sungai, hal ini disebabkan adanya candu diwilayah keraton ketika itu,
tepatnya berasal dari masa kolonial. Ketika, diketahui dengan adanya pedagang
opium dan kerja buruh dan petani ketika itu, jalur sungai menjadi baik terhadap
kondisi geografis dalam penerimaan barang dan jasa.
Masa pemerintahan di Indonesia, kebijakan suatu Negara hingga saat
ini sulit untuk ditelusuri jalan dari pemukiman keluarga keraton yang memiliki
strategi dan pertahanan militer yang baik pada kawasan kota Pontianak, hal ini
yang memberatkan kalangan pribumi terhadap berbagai aksi kejahatan selain candu
dan teroris yang dikhwatirkan gereja katolik Santo Yosep hingga saat ini
Pemisahan terhadap berbagai hal terkait Negara atau batas Negara,
yang memiliki bisnis yang baik mengenai kesehatan dan pendidikan serta teknik
ada di wilayah Melaysia, dengan begitu berbagai hal terkait dengan dinamika
kehidupan rakyat Melayu yang kini dipimpin oleh Walikota Sutarmidji M.hum tahun
2000, dan Gubernur pada masa (2018-).
Kemiskinan
Kawasan Hutan Dan Jawa Di Indonesia
Kemiskinan bangsa Tionghoa Hakka, dan Dayak di Indonesia tepatnya
berhubungan dengan aspek kehidupan sosail dan budaya akan tampak pada migrasi
dan ekonomi politik yang menjadi acuan terhadap perkembangan dan kemajuan suatu
bangsa.
Hal ini menjelaskan bahwa ketika Indonesia merdeka dan kehidupan
bangsa melonjak miskin, dan Malaysia menjadi kuat dengan hubungan politik dan
diplomasi terhadap kebebasan beragama dan berbudaya. Maka, dijelaskan berbagai
hal terkait dengan wilayah Malaysia yang menjadi baik terhadap wilayah lainya
seperti perbatasan Sambas, Sarawak – Sintang, dan Putussibau.
Maka, diketahui dengan adanya pendidikan sains yang baik terhadap
ilmu pengetahuan dan kepentingan suatu Negara, memiliki wawasan yang luas
terhadap konflik suatu Negara. Maka, dijelaskan dengan adanya pembangunan
ekonomi politik akan memiliki nilai tawar yang baik.
Kesalahan masyarakat adat Dayak diketahui dengan adanya konflik
pada masa Belanda, hal ini menjelaskan adanya dinamika budaya dan tingkat
kemiskinan Orang Tionghoa Indonesia (Hokkien) dan Dayak yang jelas dari hasil
asimilasi budaya, dan klejahatan masa lalu kaum masyarakat Dayak pada masa
kolonial Belanda.
Maka dijelaskan dengan adanya budaya lokal, dan migrasi terhadap
berbagai bencana diantara kemiskinan, maka masyarakat Jawa dan Dayak
berasimilasi budaya dan seksualitas terhadap kemiskinan hidup ekonomi dan
budaya yang memiliki masa lah kehidupan moralitas dan etika.
Orang yang ikut dalam kemiskinan hidup Tionghoa Hakka, diakibatkan
dari asimilasi budaya dan ekonomi masyarakat Batak dan Tionghoa Hakka di
Indonesia, tidak punya malu, dan moralitas menjadi awal dari kehidupan sosial
masyarakat adat atau Indigenous People di Indonesia.
Pengakuan dosa berat disampaikan pada masa itu dengan baik, penyarang
terhadap budaya dan agama akan jelas dilakukan dengan adanya moralitas hidup
masyarakat adat yang tinggal, dimulai dari ketidaksenangan, dan pengajar yang
sengaja melakukan tindak pidana dilingkungan Keuskupan Agung Pontianak.
Sosok pemerintaha untuk menjual hukum Indonesia serta pensundalan
hidup berdasarkan surat tugas, dengan dosa di masa lalu hidup beragama dan
budaya, dari konflik masa Belanda hingga RI yang menjelaskan berbagai hal
terkait dinamika budaya masyarakat Dayak yang tinggal dikawasan Kota Pontianak.
Maka, jelas dengan adanya budaya sosial masyarakat adat berasal dari kalangan kelas sosial kebawah –
menegah terjadi dengan baik.
Budaya tidak tahun malu ada masyarakat Dayak dan Jawa, serta asimilasi
Tionghoa Indonesia yang berurbanisasi, memaksa dan berpolitik pada setiap masa
pemerintahan dari 1967 Oevang Oeray hingga masa ini, Gubernur (2008 -), atau
kemiskinan hidup dan budaya di masa lalu hidup. Dengan, hukum dan masyarakat adat.
Migrasi dilakukan secara besar – besaran bagi mereka yang
hidup,miskin untuk mendapatkan pekerjaan, terutama Tionghoa Indonesia, yang
hidup dan diam di pedesaan, pada konflik Etnik yang terjadi dengan baik, tidak
berbeda jauh dari rencana hidup masa birokrasi mereka Di Indonesia.
Politik
Seksualitas 1998 Dan Gereja Kristiani Di
Keuskupan Agung Pontianak
Politik kota Pontianak pada masa Demokrasi yang lakukan pada
sistem politik di Indonesia, dengan adanya pergerakan politik dan identitas
dari setiap aspek melalui konflik serta dinamika sosial budaya masyarakat adat
yang tinggal dikawasan pedesaan, terutama keraton Sambas perbatasan dengan
Malaysia.
Ekonomi masyarakat Sambas yang hingga ditekuni adalah UMKM
merupakan hasil pertanian masyarakat seperti pisang, sukun, dan lainnya berasal
dari desa. Maka, jelas dengan adanya budaya masyarakat lokal menjadi ketekunan
suatu Desa dalam hal ekonomi kreatif masyarakat adat Melayu.
Hal ini dijelaskan dengan baik adanya budaya lokal yang terletak
dengan adanya dinamika budaya lokal masyarakay adat yang tinggal dikawasan
lokal masyarakat kota Pontianak, dengan begitu ekonomi sambas mampu melekat
pada kehidupan sehari – hari yang masih bisa di kerjakan hingga saat ini.
Sedangkan ketidaksenangan masyarakat Dayak terhadap Tionghoa Hakka
1967, masih akan terjadi berdasarkan sistem ekonomi, budaya dan bank yang
dibuat oleh orang Dayak hasil dari asimilasi seksualitas pada masa pemerintahan
Dayak dan Jawa di Kalimantan Barat, itu adalah kemiskinan hidup mengereja dan materi
pada budaya serta teroris yang diterima dalam hal ini mengenai Islam di
Indonesia.
Ketika bermigrasi ke Negara tetangga, dan Negara maju rasa budaya
malu masyarakat Jawa tentunya akan diketahui dengan baik, dari hasil ekonomi
yang diterima berdasarkan pekerjaan yang mereka peroleh dari hasil migrasi.
Maka, jelas bagaimana pendidikan guru palsu yang tidak patuh pada
injil atau kitab suci, dan kelicikan para dokter di Indonesia (1945-) dari
hasil seksualitas dan budaya malu mereka sebagai orang Tionghoa Indonesia dan
Pribumi.
Hal ini dijelaskan dengan baik sistem politik dan ekonomi yang
berjalan dengan adanya budaya sosial masyarakat adat Melayu dengan baik
dijelaskan, rasa tidak punya malu pada budaya Dayak Iban misalnya karena hidup
miskin di Indonesia dan politik Indonesia maka diketahui bagaimana media
menjadi alat terhadap teknologi yang digunakan untuk berkomunikasi pada batin
manusia.
Pemerasan dan konflik kekerasan tentunya akan dimainkan oleh
mereka sebagai orang Indonesia, karena suatu Negara miskin dan menjadin
panggung politik dan tidak rasa malu terhadap gereja katolik dan budaya
Indonesia.
Dikemukan dengan baik, adalah (djan) kehidupan sosial makan dan
minum, serta seksualitas hidup untuk masuk pada keluarga kristiani telah di
jelaskan dengan baik pada masa Orde Baru, oleh pastor NTT tepatnya yang sama –
sama miskin sebagai orang Indonesia pada masa itu Pr. Isak Doera Orde Baru,
pemerasan dan numpang hidup pada masa Orde Baru hingga sekarang tentu hidup
hasil rumah tangga, dan hukum yang telah di tetapkan.
Seksualitas & candu wilayah (djan) Hingga sekarang dipahami dari hasil upah
yang diperoleh dengan kelas pekerja dan tidak punya malu itu tentunya pada
orang non Jawa – Tionghoa Hakka, di Pontianak – Jakarta yang berasimilasi dan seksualitas,
karena kekayaan yang dimiliki bangsa lain yang datang ke Indonesia, Bong
Keuskupan Agung Sintang, migrasi terjadi sedangkan masyarakat adat Dayak wilayah tersebut tetap
pada pemerintahan Indonesia.
Urbanisasi terjadi, Di Jakarta untuk bertahan hidup dari hasil
seksualitas dijelaskan dengan baik, ada lokasi – lokasi yang layak diketahui
dari seksualitas. ketika hidup pada djan sistem politik di Pontianak. Dalam
rumah tangga (djan).
Terhadap hukum menjadi isu yang baik sesama masyarakat adat miskin
Jawa dan Dayak, serta Tionghoa di Indonesia, berdasarkan seksualitas dan ekonomi 1970an –
1998, pertanahan dan konflik direncanakan pada kawasann hutan dan di kota
Pontianak.
Hidup manis atau berbuah manis terutama untuk lidah hidup mereka
sebagai orang Tionghoa dan pribumi di Indonesia. Telah menjelaskan berbagai hal
yang dapat diuraikan dari setiap pekerjaan, dan kehidupan nasrani yang menjadi
awal dari agama non kristiani sebelumnya yang mengakibatkan konflik etnik dan
ras berawal.
Konflik,
Dan Kemiskinan Jawa - Batak Di
Indonesia
Kemiskinan terjadi dengan adanya etika rendah pada masyarakat
Jawa, Batak dan Dayak Indonesia hal ini menjelaskan adanya Islam Indonesia
terbanyak diwilayah Indonesia. Maka, jelas dengan baik bahwa berbagai konflik
dramatis dan hasil seksualitas hidup yang sama rendahanya moralitas hidup di
masyarakat adat Indonesia, termasuk para imam bertugas.
Kemiskinan dan budaya hidup di masyarakat terlekat pada dinamika
budaya, dan seksualitas yang dibatasi dari tingkat ekonomi politik masyarakat
adat yang berasal dari kalangan miskin masyarakat Jawa dan Batak, migrasi
dilakukan tanpa malu sebagai orang Indonesia untuk menjadi kaya.
Konflik terjadi dari kemiskinan hidup di masa lalu, maka jelas
bagaimana hidup di masa lalu dengan adanya budaya lokal masyarakat adat,
sebagai anak sulung untuk menjual hal kesulungannya pada sesuap nasi. Hidup
miskin dengan dinamika budaya sosial masyarakat dan budaya serta ketidakjujuran
kaum pastoran atau imam yang bertugas yang meliputi orang jawa, Orang Dayak dan
Batak berasal dari orang Indonesia.
Maka, jelas kehidupan sosial budaya, nenek moyang di masa lalu
hidup di Kalimantan Barat, dengan urbanisasi dan migrasi sesuai dengan
kemiskinan hidup, secara ekonomi, politik dan budaya masyarakat adayt termasuk
marga djan di Pontianak.
Orang Jawa yang mengaku mengetahui hukum, dan hidup miskin maka
migrasi terjadi untuk mendapatkan kekayaan dari hasil seksualitas, pendidikan
dan pengetahuan rendah sebagai awal dari pertobatan hidup di gereja katolik di
Keuskupan Indonesia, pada masyarakat adat disini guna mendapatkan simpati pada
masyarakat kaya yang hidup di negara maju.
Prilaku masyarakat Batak tidak punya malu jika ingin memaksa dan
memeras terhadap seksualitas hidup di wilayah dan daerah, terutama pada
masyarakat Tiongahoa Indonesia. Maka, jelas bagaimana hidup miskin orang
pribumi Indonesia, ketidakmaluan menjadi awal dari kesehatan masyarakat adat
Indonesia pada dinamika hidup keagamaan.
Sejak masa kolonial Belanda hal ini diketahui dengan adanya candu atau opium yang menjadi ladang bisnis kerajaan tersebut dan masyarakat yang tinggal diwilayah sungai. Hal ini dikarenakan pusat bisnis, terletak diwilayah kota masyarakat keraton Melayu.
Yang tinggal diwilayah tersebut adalah orang kerajaan keraton atau
family, yang berdekatan dengan area sungai pekong dan Kapuas. Sejarah perdagangan
dan bisnis masyarakat Tionghoa Hakka, di masa lalu terletak pada dinamika
sosial dan budaya masyarakat adat Melayu yang berasal dari kalangan pedagang
dan keraton atau bangsawan.
Hal ini dijalankan dengan pedagang Tionghoa yang berasal dari
jalur sungai, hal ini disebabkan adanya candu diwilayah keraton ketika itu,
tepatnya berasal dari masa kolonial. Ketika, diketahui dengan adanya pedagang
opium dan kerja buruh dan petani ketika itu, jalur sungai menjadi baik terhadap
kondisi geografis dalam penerimaan barang dan jasa.
Masa pemerintahan di Indonesia, kebijakan suatu Negara hingga saat
ini sulit untuk ditelusuri jalan dari pemukiman keluarga keraton yang memiliki
strategi dan pertahanan militer yang baik pada kawasan kota Pontianak, hal ini
yang memberatkan kalangan pribumi terhadap berbagai aksi kejahatan selain candu
dan teroris yang dikhwatirkan gereja katolik Santo Yosep hingga saat ini
Pemisahan terhadap berbagai hal terkait Negara atau batas Negara,
yang memiliki bisnis yang baik mengenai kesehatan dan pendidikan serta teknik
ada di wilayah Melaysia, dengan begitu berbagai hal terkait dengan dinamika
kehidupan rakyat Melayu yang kini dipimpin oleh Walikota Sutarmidji M.hum tahun
2000, dan Gubernur pada masa (2018-).
Kemiskinan
Kawasan Hutan Dan Jawa Di Indonesia
Kemiskinan bangsa Tionghoa Hakka, dan Dayak di Indonesia tepatnya
berhubungan dengan aspek kehidupan sosail dan budaya akan tampak pada migrasi
dan ekonomi politik yang menjadi acuan terhadap perkembangan dan kemajuan suatu
bangsa.
Hal ini menjelaskan bahwa ketika Indonesia merdeka dan kehidupan
bangsa melonjak miskin, dan Malaysia menjadi kuat dengan hubungan politik dan
diplomasi terhadap kebebasan beragama dan berbudaya. Maka, dijelaskan berbagai
hal terkait dengan wilayah Malaysia yang menjadi baik terhadap wilayah lainya
seperti perbatasan Sambas, Sarawak – Sintang, dan Putussibau.
Maka, diketahui dengan adanya pendidikan sains yang baik terhadap
ilmu pengetahuan dan kepentingan suatu Negara, memiliki wawasan yang luas
terhadap konflik suatu Negara. Maka, dijelaskan dengan adanya pembangunan
ekonomi politik akan memiliki nilai tawar yang baik.
Kesalahan masyarakat adat Dayak diketahui dengan adanya konflik
pada masa Belanda, hal ini menjelaskan adanya dinamika budaya dan tingkat
kemiskinan Orang Tionghoa Indonesia (Hokkien) dan Dayak yang jelas dari hasil
asimilasi budaya, dan klejahatan masa lalu kaum masyarakat Dayak pada masa
kolonial Belanda.
Maka dijelaskan dengan adanya budaya lokal, dan migrasi terhadap
berbagai bencana diantara kemiskinan, maka masyarakat Jawa dan Dayak
berasimilasi budaya dan seksualitas terhadap kemiskinan hidup ekonomi dan
budaya yang memiliki masa lah kehidupan moralitas dan etika.
Orang yang ikut dalam kemiskinan hidup Tionghoa Hakka, diakibatkan
dari asimilasi budaya dan ekonomi masyarakat Batak dan Tionghoa Hakka di
Indonesia, tidak punya malu, dan moralitas menjadi awal dari kehidupan sosial
masyarakat adat atau Indigenous People di Indonesia.
Pengakuan dosa berat disampaikan pada masa itu dengan baik, penyarang
terhadap budaya dan agama akan jelas dilakukan dengan adanya moralitas hidup
masyarakat adat yang tinggal, dimulai dari ketidaksenangan, dan pengajar yang
sengaja melakukan tindak pidana dilingkungan Keuskupan Agung Pontianak.
Sosok pemerintaha untuk menjual hukum Indonesia serta pensundalan
hidup berdasarkan surat tugas, dengan dosa di masa lalu hidup beragama dan
budaya, dari konflik masa Belanda hingga RI yang menjelaskan berbagai hal
terkait dinamika budaya masyarakat Dayak yang tinggal dikawasan Kota Pontianak.
Maka, jelas dengan adanya budaya sosial masyarakat adat berasal dari kalangan kelas sosial kebawah –
menegah terjadi dengan baik.
Budaya tidak tahun malu ada masyarakat Dayak dan Jawa, serta asimilasi
Tionghoa Indonesia yang berurbanisasi, memaksa dan berpolitik pada setiap masa
pemerintahan dari 1967 Oevang Oeray hingga masa ini, Gubernur (2008 -), atau
kemiskinan hidup dan budaya di masa lalu hidup. Dengan, hukum dan masyarakat adat.
Migrasi dilakukan secara besar – besaran bagi mereka yang
hidup,miskin untuk mendapatkan pekerjaan, terutama Tionghoa Indonesia, yang
hidup dan diam di pedesaan, pada konflik Etnik yang terjadi dengan baik, tidak
berbeda jauh dari rencana hidup masa birokrasi mereka Di Indonesia.
Politik
Seksualitas 1998 Dan Gereja Kristiani Di
Keuskupan Agung Pontianak
Politik kota Pontianak pada masa Demokrasi yang lakukan pada
sistem politik di Indonesia, dengan adanya pergerakan politik dan identitas
dari setiap aspek melalui konflik serta dinamika sosial budaya masyarakat adat
yang tinggal dikawasan pedesaan, terutama keraton Sambas perbatasan dengan
Malaysia.
Ekonomi masyarakat Sambas yang hingga ditekuni adalah UMKM
merupakan hasil pertanian masyarakat seperti pisang, sukun, dan lainnya berasal
dari desa. Maka, jelas dengan adanya budaya masyarakat lokal menjadi ketekunan
suatu Desa dalam hal ekonomi kreatif masyarakat adat Melayu.
Hal ini dijelaskan dengan baik adanya budaya lokal yang terletak
dengan adanya dinamika budaya lokal masyarakay adat yang tinggal dikawasan
lokal masyarakat kota Pontianak, dengan begitu ekonomi sambas mampu melekat
pada kehidupan sehari – hari yang masih bisa di kerjakan hingga saat ini.
Sedangkan ketidaksenangan masyarakat Dayak terhadap Tionghoa Hakka
1967, masih akan terjadi berdasarkan sistem ekonomi, budaya dan bank yang
dibuat oleh orang Dayak hasil dari asimilasi seksualitas pada masa pemerintahan
Dayak dan Jawa di Kalimantan Barat, itu adalah kemiskinan hidup mengereja dan materi
pada budaya serta teroris yang diterima dalam hal ini mengenai Islam di
Indonesia.
Ketika bermigrasi ke Negara tetangga, dan Negara maju rasa budaya
malu masyarakat Jawa tentunya akan diketahui dengan baik, dari hasil ekonomi
yang diterima berdasarkan pekerjaan yang mereka peroleh dari hasil migrasi.
Maka, jelas bagaimana pendidikan guru palsu yang tidak patuh pada
injil atau kitab suci, dan kelicikan para dokter di Indonesia (1945-) dari
hasil seksualitas dan budaya malu mereka sebagai orang Tionghoa Indonesia dan
Pribumi.
Hal ini dijelaskan dengan baik sistem politik dan ekonomi yang
berjalan dengan adanya budaya sosial masyarakat adat Melayu dengan baik
dijelaskan, rasa tidak punya malu pada budaya Dayak Iban misalnya karena hidup
miskin di Indonesia dan politik Indonesia maka diketahui bagaimana media
menjadi alat terhadap teknologi yang digunakan untuk berkomunikasi pada batin
manusia.
Pemerasan dan konflik kekerasan tentunya akan dimainkan oleh
mereka sebagai orang Indonesia, karena suatu Negara miskin dan menjadin
panggung politik dan tidak rasa malu terhadap gereja katolik dan budaya
Indonesia.
Dikemukan dengan baik, adalah (djan) kehidupan sosial makan dan
minum, serta seksualitas hidup untuk masuk pada keluarga kristiani telah di
jelaskan dengan baik pada masa Orde Baru, oleh pastor NTT tepatnya yang sama –
sama miskin sebagai orang Indonesia pada masa itu Pr. Isak Doera Orde Baru,
pemerasan dan numpang hidup pada masa Orde Baru hingga sekarang tentu hidup
hasil rumah tangga, dan hukum yang telah di tetapkan.
Tukang ngentot, ( djan) Hingga sekarang dipahami dari hasil upah
yang diperoleh dengan kelas pekerja dan tidak punya malu itu tentunya pada
orang Jawa – Tionghoa Hakka, di Pontianak – Jakarta yang berasimilasi dan seksualitas,
karena kekayaan yang dimiliki bangsa lain yang datang ke Indonesia, Bong
Keuskupan Agung Sintang, migrasi terjadi sedangkan masyarakat adat Dayak tetap
pada pemerintahan Indonesia.
Urbanisasi terjadi, Di Jakarta untuk bertahan hidup dari hasil
seksualitas dijelaskan dengan baik, ada lokasi – lokasi yang layak diketahui
dari seksualitas. ketika hidup pada djan sistem politik di Pontianak. Dalam
rumah tangga (djan) pemerasan terjadi olehnya.
Terhadap hukum menjadi isu yang baik sesama masyarakat adat miskin
Jawa dan Dayak, serta Tionghoa di Indonesia, berdasarkan seksualitas dan ekonomi 1970an –
1998, pertanahan dan konflik direncanakan pada kawasann hutan dan di kota
Pontianak.
Hidup manis atau berbuah manis terutama untuk lidah hidup mereka
sebagai orang Tionghoa dan pribumi di Indonesia. Telah menjelaskan berbagai hal
yang dapat diuraikan dari setiap pekerjaan, dan kehidupan nasrani yang menjadi
awal dari agama non kristiani sebelumnya yang mengakibatkan konflik etnik dan
ras berawal.
Konflik,
Dan Kemiskinan Jawa - Batak Di
Indonesia
Kemiskinan terjadi dengan adanya etika rendah pada masyarakat
Jawa, Batak dan Dayak Indonesia hal ini menjelaskan adanya Islam Indonesia
terbanyak diwilayah Indonesia. Maka, jelas dengan baik bahwa berbagai konflik
dramatis dan hasil seksualitas hidup yang sama rendahanya moralitas hidup di
masyarakat adat Indonesia, termasuk para imam bertugas.
Kemiskinan dan budaya hidup di masyarakat terlekat pada dinamika
budaya, dan seksualitas yang dibatasi dari tingkat ekonomi politik masyarakat
adat yang berasal dari kalangan miskin masyarakat Jawa dan Batak, migrasi
dilakukan tanpa malu sebagai orang Indonesia untuk menjadi kaya.
Konflik terjadi dari kemiskinan hidup di masa lalu, maka jelas
bagaimana hidup di masa lalu dengan adanya budaya lokal masyarakat adat,
sebagai anak sulung untuk menjual hal kesulungannya pada sesuap nasi. Hidup
miskin dengan dinamika budaya sosial masyarakat dan budaya serta ketidakjujuran
kaum pastoran atau imam yang bertugas yang meliputi orang jawa, Orang Dayak dan
Batak berasal dari orang Indonesia.
Maka, jelas kehidupan sosial budaya, nenek moyang di masa lalu
hidup di Kalimantan Barat, dengan urbanisasi dan migrasi sesuai dengan
kemiskinan hidup, secara ekonomi, politik dan budaya masyarakat adayt termasuk
marga djan di Pontianak.
Orang Jawa yang mengaku mengetahui hukum, dan hidup miskin maka
migrasi terjadi untuk mendapatkan kekayaan dari hasil seksualitas, pendidikan
dan pengetahuan rendah sebagai awal dari pertobatan hidup di gereja katolik di
Keuskupan Indonesia, pada masyarakat adat disini guna mendapatkan simpati pada
masyarakat kaya yang hidup di negara maju.
Prilaku masyarakat Batak tidak punya malu jika ingin memaksa dan
memeras terhadap seksualitas hidup di wilayah dan daerah, terutama pada
masyarakat Tiongahoa Indonesia. Maka, jelas bagaimana hidup miskin orang
pribumi Indonesia, ketidakmaluan menjadi awal dari kesehatan masyarakat adat
Indonesia pada dinamika hidup keagamaan.
0 comments