Pada ABAD XIX Penempatan kampung Pontianak berdasarkan etnis, status sosial, ekonomi dan etnis yang berasal dari kehidupan kota dengan asal dari hidup kota Pontianak dengan waktu yang panjang hal ini diketahui dengan adanya budaya migran dan pulau Jawa yang menetap disini. Kampung Darat atau yang dikenal sebagai asal kampung ini berasal.
Maka, diketahui kelas sosial yang didasari dengan aspek kehidupan
ekonomi kota Pontianak Utara akan memiliki tempat kehidupan migran dan Jawa
serta mata pencaharian yang berasal dari kota lama di Pontianak. Tingkat
kesehatan yang dipunyai adalah dengan adanya budaya masyarakat kota,
berdasarkan tanaman pekarangan rumah seperti sayur - mayur dan NTT berasal dari
Tionghoa Hakka.
Untuk mendapatkan ekonomi tambahan maka diketahui adanya budaya
masyarakat kota Pontianak dengan karanteristik hidup memeras, terutama dalam
rumah tangga melalui sembako dapat diketahui. Tionghoa Hakka.
Dalam kehidupan hari – hari marga – marga Tionghoa Hakka ini
terjadi sesuai dengan hidup di migrasi, untuk mengubah nasib miskin disini
untuk mengumpulkan harta berupa tanah, aset masyarakat adat dengan bekerja atau
meniadi dokter dan berasmilasi budaya seperti seksualitas RT.
Ada juga, Busuk kehidupan para laki – laki Tionghoa Hakka, melalui
sekolah dapat diperoleh dari hasil seksualitas dan hidup mengereja diumat
kiristiani. Sehingga, pasar tengah dengan istilah hidup miskin dengan bangunan
ruko berupa aset, kehidupan kejam.
Urbanisasi tidak menjadi solusi bagi Tionghoa Hakka, lokasi Pontianak
disini dapat diketahui dengan hasil hidup di kota Pontianak – Jakarta yang
tidak makmur tetapi miskin dalam mengaduh nasib, maka ada yang lebih baik
menjadi Pastor - imam karena hidup pada
keagamaan lebih baik, untuk mencari jalan yang damai tanpa candu obat –
obatan di perkampungan Beting, keraton Kadariah, 1999.
Jarang sekali untuk mengetahui hidupnya digereja, maka setlah
kematian dapat di temui diparoki - paroki. Hal ini dapat dipahami dengan adanya
hidup merana, dan sengsara dan istilah belas kasih dari kehidupan suatu Negara
dan kemiskinan hidup dan doa. Kehidupan pagi kota Pontianak, dari hidup dan
seksualitas disini.
Modernitas, dan hidup Orang Tionghoa Hakka, dan kesehariannya
dapat diketahui dari tingkat derajat hidup dari kelas sosial biasa, dan ingin
jatuh cinta kalangan sosial yang tinggi. Perjalanan hidup kemiskinan marga djan
di Pontianak, menjelaskan hidup kolektif berdasarkan hidup dan hukum yang
diperoleh dari belas kasih masyarakat adat setempat, seperti Dayak dan Jawa,
terutama pada Kesultanan.
Kedok agama katolik dapat dipercaya ketika ingin hidup berumah
tangga, amat sederhana yaitu memeras atau merampas seperti itu karakteristik
hidup marga djan disni. Maka, diketahui kehidupan ekonomi rumah tangga, dengan
hidup di masa lalu pada tahun 1980an hingga sekarang.
Menjadi tempat terakhir hidupnya setelah birokrasi di Kab.
Sintang, tetapi mengorbankan orang lain dalam hidup berumah tangga, dan
lingkungan untuk mendapatkan kehormatang karena hidup miskin, itu adalah cara
hidup.
Ketika untuk mengatasi kemiskinan hidup di perkotaan, dan kebualan
hidup di tengah masyarakat, maka jelas hidup sebagai orang biasa untuk masuk
dalam hidup yang baik, adalah impian bagi setiap orang dan moralitas hidup di
kota Pontianak. Migrasi terjadi untuk mengatasi kemiskinan melalui seksualitas
atau jual beli melalui perkawinan, itu yang dilakukan orang Tionghoa, dengan
karakteristik atau RRT yang hendak menjadi kaya.
Mestinya kemiskinan terjadi dengan kehidupan kotor marga djan
bermula, dan ekonomi politik di Kota Pontianak, dengan cara hidup seperti itu
misalnya melalui pekerjaan, dan mata pencaharian sehari – hari tidak dibutuhi
dalam rumah tangga, hidupnya adalah mengumpulkan harta, di Pontianak.
Dipahami dengan jelas dari kebejatan dan seksualitas terjadi hidup
sebagai jalan history masyarakat biasa diambil, dan hasil seksualitas yang
begitu berbeda kalangan kelas sosial atas - priyayi. Pendidikan tidak lagi
menjadi baik ketika itu pada tahun 1980an – hingga 1999. Maka suatu ketika
untuk membangun ekonomi tidak perlu pendidikan mungkin demikian pikirkan oleh
Tionghoa disini, karena butuh uang untuk menjadi kaya.
Berada dilokasl kota, tepatnya di Kab. Sambas dengan sistem birokrasi
biasa merupakan nelayan dan pertokoan dari setiap hidup di Kota. Baik dalam
aspek ekonomi yang berasal dari birokrasi dan utang. Untuk menjadi Taipan. Cukup
saja membangun kota Pontianak, dengan hasil yang diperoleh dari birokrasi. Ahli
birokrasi yang dari Kab. Sambas dapat diketahui dari asal dari pembangunan manusia
di Kab. Sambas, maka di Pontianak ada namanya Gg. Sambas.
Konsumsi, dan Kemiskinan hidup, 2022 di pedesaan makmur tanah
tidak diketahui dengan baik sesuai dengan kebutuhan bank dibutuhkan orang Tionghoa Hakka untuk
menjelaskan roda ekonomi di Pontianak. Karena hal ini,
Sementara, Ada yang datang
dari berbagai kampung seperti di pedalaman Kalimantan Barat, untuk bertugas dan
berpolitik serta ahli hukum dan tidak membuat Jahat. Mata pencaharian ditempatkan
adalah dengan cara berbisnis. Hal ini sesuai dengan kebutuhan ekonomi dan
produksi yang dihasilkan dari produk pulau Jawa untuk masuk ke pedesaan dengan
harga ekonomi yang terjangkau.
0 comments