Realitas Sosial Ekonomi, Culture Dan Iman Di Pontianak

Pada tahun 1990an kehidupan budaya Tionghoa Hakka di sini, memiliki masalah hidup dalam rumah tangga, dahulu mereka hidup dengan masyarakat adat dan Tionghoa. Perubahan dinamika ekonomi terjadi dengan adanya lonjakan dan krisis ekonomi dan kesehatan.

Di Gereja – gereja katolik, dipahami dengan adanya sharing dan kesaksian maka hidup tidak lupa disapa dengan ekonomi dan kemiskinan hidupnya, baik dalam spritualitas, dan materi. Hal ini diljelaskan sesuai dengan hidup dalam rumah tangga, dan ekonomi di Keuskupan Agung Pontianak.

Ketika hal ini, Diketahui dengan adanya budaya masyarakat adat dengan derita yang dibuat serta konflik direncanakan, sesuai dengan emosi hidup kaum laki – laki dan peremnpuan, merupakan generasi hidup yang tidak baik, kini menjadi budaya.

Budaya seksualitas, dan budaya lainnya tampak pada jual beli dan materi untuk masuk dalam kehidupan kekristenan pada aspek sekualitas inilah, menjadi tradisi masyarakat disini, sebagai budaya hidup dan tidak heran jika adanya budaya miskin yang berasal dari hidup tanpa mengenal Tuhan sebelumnya.

Berbagai realitas hidup di Pontianak, telah menjelaskan berbagai hal terkait dengan dinamika budaya, dan politik menjadi identitas hidup di tengah masyarakat adat, dan Tionghoa dan Dayak di sini. Ketika hal ini diketahui dengan adanya realitas hidup dan kemiskinan hidup,

Serta rencana jahat dalam membangun ekonomi, tampak pada budaya Pribumi dan Tionghoa Hakka, dalam melihat berbagai realitas hidup non kristiani ini pada budaya konflik, serta hidup masyarakat yang tanpa malu, berbeda dengan budaya Jawa yang masih memiliki budaya moralitas dan etika.

Ketika hal ini, diketahui ternyata budaya perkotaan di Pontianak, TIonghoa djan family hidup dengan tragis tanpa cinta kasih dan Tuhan,. Hidup miskin atas dosa hidupnya, telah terlaksana dalam hidup Beragama Katolik, memonopoli dan merampas hasil kerja anak – anaknya, dalam rumah tangga, itu adalah kekejaman bangsa marga disini.

Maka, dijelaskan dengan baik sesuai dengan realistas hidup miskin pedesaan dalam kehidupan tanpa agama kristini melalui adat lebih kental, dengan moralitas, dan Ke Tuhanan dari Eropa. Orangtua dalam rumah tangga seperti itu dijelaskan tanpa moralitas hidupnya diketahui. 

Sesuai dengan garis hidup keturunan Tionghoa Hokkien – Hakka. Politik dalam hidup berekonomi, telah dijelaskan melalui akese makanan yang diperoleh dengan jelas sesuai dengan hidupnya di masa lalu ketika masih hidup baik.

Saat ini, realitas hidupnya tanpa malu untuk numpang hidup dengan kemiskinan hidupnya djan – bong, disini, sesuai dengan harapan dan hidup di Pontianak. Hal ini menjelaskan realitas hidup yang berasal dari kejahatan rumah tangga, komunitas dan organisasi. Keburukan hidup bagi yang masih belum mengenal Tuhan.  

Konflik dan kekerasan dalam komunitas untuk menutupi topeng djan ini keturunan Tionghoa dengan kelas sosial dan ekonomi diharapkan dari orang beriman. Sebagai kepala rumah tangga ini, sesuai dengan kebijaksana hidupnya dengan tidak baik sesuai realitas curang untuk beragama, gembala baik ptk, OFM Cap Kapusin lingkungan pecinaan hakka, Juni - Juli 2024.

Dalam berekonomi dan pendidikan, merampas, dan kekerasan hidup dilakukan sebagai pelanggaran hukum, begitu cara marga ini mengumpulkan harta, merampas. Begitu juga dalam hidup beragama, dan seksualitas dijelaskan sesuai kriteria hidupnya, itu adalah kekerasan politik berdasarkan hukum. 

Pedesaan dapat diketahui begitu indah sekali bagi orang yang hidup dalam Doa, diantara bukit - bukit dan gunung di pedesaan masyarakat adat Dayak, misalnya wilayah Anjongan - Ngabang - Sekadau -  Sanggau - Sintang -  Kapuas Hulu. 




0 comments

Recent Posts Widget
close