Realitas KAP Rumah Sakit, Spritualitas Dan Standar Daerah

Jakarta, orang Hokkien yang berasal dari Jakarta hidup dengan gaya hidup dan moralitas serta spritualitas yang rendah. Hal ini diketahui dengan adanya dokter rektur Rumah sakit Antonius sebelumnya yang berasal dari orang hokieen belum mengenal Tuhan. 

Mengaku pelayanan Tuhan pada tahun 1990an - 2000 hingga sekarang untuk bergabung pada misi pelayanan gereja katolik di Keuskupan Agung Pontianak. Mungkin tidak tahun malu kalangan Pribumi dan Orang Hokiien yang bekerja sebagai dokter di lingkungan gereja katolik.

Ketika diketahui jejak hidupnya, ternyata belum mengenal Tuhan sebelumnya atau diketahui tanpa memiliki malu, budaya mungkin terhadap moralitas dan hidup mengereja. Hal ini untuk bisa diketahui tentang hidup dokter yang dipahami dengan kehidupan Jakarta saat itu.

Mengereja untuk apa? dalam hidup gereja katolik, orang yang berasal dari Jakarta, tinggal di Pontianak untuk mencari kehidupan dan gaya hidup tanpa iman sebelumnya di sini, itu adalah latar belakang riwayat kedokteran yang ada di Keuskupan Agung, tepatnya di RSSA. Dengan begitu, yang diketahui dengan riwayat hidup sebagai orang tidak beriman sebagai dokter.

Itu adalah latar belakang hidup dokter yang berasal dari kehidupan awal disini, Pontianak. Berbagai hal terkait dengan moralitas hidup dan spritualitas telah menjelaskan hidupnya di sini. Maka, lingkungan tersebut tidak berbeda jauh pada budaya Dayak di pedalaman, Kapuas Hulu sebelumnya, yang bekerja sebagai tukang obat dan dokter Cina - Dayak, dan Tukang mayat.

Penjelasan mengenai hal ini jelas bagaimana hidup orang tersebut di Pontianak, para imam megetahui perjalanan hidup yang berasal dari kehidupan spritualitas menjelaskan berbagai hal terkait dengan hidup sebelumnya di Jakarta. Sehingga, sekarang ini menjadi pelayanan Tuhan untuk mencari uang, 2024 itu yang ada di rumah sakit Antonius untuk menebus Dosa dalam hidupnya sebagai Dokter dan imam.

Keburukan orang Tionghoa Indonesia - pribumi, dalam ilmu kedokteran, dan konflik kekerasan, Orde Baru yang dibuat, oleh bisnis kedokteran, dan spritualitas menjelaskan hidupnya di Pontianak. Aparat bisa dikontrol karena memiliki kekuasaan dan kekayaan dan Jabatan, yang diucapkan oleh Mgr. Agustinus Agus memang tidak nyaman.

Dalam menutupi  kebidaban hidupnya, dilingkungan Rumah Sakit Antonius dan gereja, maka terjadi kriminalisasi, terutama lingkungan keluarga - Bisnis. Hal ini sudah terjadi pada masa Orde Baru sebelumnya, maka berlanjut pada masa Revolusi, hingga sekarang. 

Kekerasan dan Kekejaman orang Tionghoa - Dayak tersebut, hasil seksualitas, menjelaskan sesuai dengan moralitas rendah, dan hidup kotor sebelumnya sebagai orang tua, dan komunitas. Hal ini, diketahui karena hidup miskin sebagai orang Indonesia, menjadi alasan dalam hidup mengereja di Indonesia, terutama di Kalbar 1967 terjadi hal yang tidak baik.

Jakarta sulit mendapatkan kerja, sedangkan di Pontianak mudah itu yang dikatakan aparat kota Pontianak, untuk mengadu nasibnya. Maka, berbagai hal terkait kekotoran hidupnya sebagai imam dan komunitas, serta gereja Katolik, sudah demikian, tanpa terkecuali dari Rumah Sakit Soedarso.

Keburukan para dokter tersebut, dalam pelayanan dan psikologis diketahui jelas dari pasien, itu yang dijelaskan dengan baik sesuai dengan hidupnya sebagai dokter, atau dengan ungkapan “ mau ketemu dokter setiap hari” dengan nada hidupnya sebagai dokter misalnya. Hidup gagal sebagai dokter, serta nada suara yang tidak baik dapat diketahui atau sebagai penulis diberbagai berita yang memang tidak jujur dari kalangan wartawan.

Tangan yang memiliki keinginan untuk melakukan, atau dengan istilah hukum  kekerasan dilakukan sebagai bentuk dari hidupnya sebagai pelayanan Tuhan, baik sebagai pembagi komuni, dan pelayanan sosial lainnya sebagai bentuk penebusan Dosa.



0 comments

    Recent Posts Widget
close