Cagar Budaya, Spritualitas Ordo Kapusin Fransiskus Belanda Di Kota Singkawang

Singkawang, kunjungan penziarahan adalah salah satu misi di rencanakan untuk mengadakan upaya pembenahan iman dan harapan dalam setiap tindakan manusia untuk memiliki harapan hidup terutama bagi wilayah miskin di Kota Singkawang.

Kebiadaban budaya suatu bangsa ketika mengenal penyembahan berhala, fisik yang kebal ilmu hitam dan lainnya banyak di kota Singkawang. Keramaian kota dan pusat kuliner memang terbanyak di Kota Singkawang, seperti bakmie, Kuecap, dan aneka makanan daging non halal di kota itu.

Ketika membahas mengenai penyakit masyarakat, tentu tidak jauh dari masalah moralitas dan kepatuhan hukum yang dilakukan oleh mereka. Setidaknya itu yang diketahui, perjalanan menuju kota Singkawang menggunakan darat sekitar 2-3 jam. Dengan hidangan menu yang khas kota Tionghoa Hakka.

Ketika melalui berbagai tantangan spritualitas, kunjungan pada masa penziarahan saya bertepatan pada wafat Sri Paus Fransiskus, adalah melihat bangunan lama gereja katolik santo Fransiskus, Ordo  Fratrum Minorum Cappuccinorum yang merupakan misionarias kapusin pertama pada masa Belanda ditetapkan sebagai cagar budaya, Ayam Jago pada tahun 1926 – 1928 pertama di Kalimantan dengan ditetapkan undang – undang no 11 tahun 2010, sebagai kota Tolerasi. Nantinya akan dibangun, dan selama proses pembangunan tampak  dikunjungi oleh Romo Eko Dari Ordo Salib Suci.

Hal ini diketahui dengan baik sesuai dengan kebutuhan umat terhadap spritualitas, dan pendanaan yang dibutuhkan oleh Gereja di paroki tersebut. Berbagai hal terkait dengan kehidupan budaya dan spritualitas, akan difungsikan sebagai bentuk iman suatu pengharapan. Ketika mengenal Tuhan yang memiliki spritualitas murni terhadap kesucian ini, maka diperoleh dengan mukizat yang baik sesuai dengan harapan manusia terhadap budaya dan kesehatan.

0 comments

Recent Posts Widget
close