Gereja Timur, Indonesia dapat diketahui dengan baik adanya budaya masyarakat adat dan Tionghoa Indonesia. Berumah tangga, tetapi tidak kasih makan dan minum bagi anak – anaknya, sandang, pangan dan papan. Lulusan sekolah katolik.
Orang Tionghoa dan orang Jawa masalah hidup, katanya memiskinkan
orangtua mengenai konsumsi dan tidak ikhlas pandangan saya untuk memberikan
makan, kata kepala keluarga dirumah ini, 2024. Dan
salah satu contoh dari setiap rumah tangga.
Diketahui bahwa tidak ada makan siang gratis menurut sumber lain
pandangan kaum pribumi Jawa ini tidak berbeda dengan orang Tionghoa yang numpang hidup karena kebiadaban hidupnya. Tetapi senang berumah tangga, dan
seksualitas saja ditambah biaya sekolah orangtua ini dan miskin.
Hal ini dijelaskan kebiadaban anak sulung ini misalnya. Hal ini
dijelaskan kembali, dosa asal dari orang tua adalah kehidupan awal dan tidak
beragama sebagai kristiani sejati, katakese orang dewasa dan anak muda yang
disampaikan oleh romo David dari Polandia, pada 20 April 2024 di gereja
katedral, Santo Yosep Pontianak, pada pertemuan pertama.
Maka, dengan menjelaskan berbagai masalah hidup terjadi berbagai
pertemuan. kaget tidak juga sudah banyak orang masuk biara dan pesantren
Indonesia karena hidup miskin, itu adalah karakteristik Tionghoa – pribumi yang
tinggal di Indonesia. Biara dan pesantren Indonesia menjadi baik bagi mereka
yang ingin mengubah haluan hidup terutama di pedesaan dan kota.
Urbanisasi Jakarta, Hidup miskin, tetap menjadi karakteristik
hidup di masyarakat dengan awal dari kebiadaban manusia yang berasal dari dosa
dan kesalahan masa lalu tepatnya peristiwa masyarakat adat Indonesia, terhadap
Orang Tionghoa Indonesia.
Rasa tidak memiliki malu itu, menjadi awal dari hidup mereka
sebagai bangsa yang miskin, begitu juga secara spritualitas kaum pribumi dan
Tionghoa. Maka, jelas dengan baik, adanya dinamika budaya sosial masyarakat
yang tinggal dalam istilah dosa, dan kehidupan suami istri yang berasal dari
kemiskinan dan ketidakbahagiaan.
Untuk mencari kebahagian, terjadi dengan baik adanya budaya
masyarakat adat, dan Jawa serta Dayak terhadap dinamika dan ketidakmaluan bagi
mereka yang hidup dan numpang hidup dan birokrasi di paroki – paroki di Indonesia.
Terlebih pada Tionghoa perkotaan dan Desa yang memiliki ekonomi
yang tidak menentu biasanya terjadi ekonomi politik, dan kesehatan. Sementara,
pembangunan manusia dibutuhkan di Negara Republik Indonesia sejak tahun 1945.
Maka, jelas bisnis pada hutan, berasal dari kemiskinan hidup di
hutan berawal dengan begitu pemerasaan, dan seksualitas numpang hidup tidak
punya malu, dan Etika moral terjadi konflik sehingga, bersekutu dengan orang
Jawa – Batak untuk memuaskan konflik, Dayak dan NTT, Pontianak, yang terjadi
pada masa Mgr. Isak Doera, 1967 maka, berlanjut pada hubungan seksualitas atau
pernikahan terjadi Dayak - NTT.
Ketidaksenangan dan keburukan hidup orang Jawa dan Tionghoa di
Indonesia adalah etika, jelas ketika Tionghoa tampak pada sistem ekonomi dan
politik tidak berbeda jauh begitu baik dengan Negara maju ke -3. Apalagi
merecanakan pendidikan dan kesehatan dalam sebuah kejahatan hidup di masyarakat
adat, dan gereja katolik misionaris Barat.
Sedangkan kaum pribumi adalah misionaris lokal, yang senang
berkuasa, dan melayani orang kaya, karena hidup di pedesaan miskin, menjadi
awal dari cerita hidup para imam atau pastor dan protestan di Indonesia.
Keburukan itu, adalah suatu kemiskinan, dan hidup tidak bahagia, gereja Timur
di Indonesia.
Hal ini, menjelaskan bahwa dalam sehari mereka hidup mengatakan
Tuhan kasihanilah kami sebanyak 1000rb lebih bahkan berkali – kali gereja Timur.
Tanpa disadari bagaimana hidup di masyarakat adat dan Tionghoa Indonesia
terjadi dengan adanya kebuasaan dan rencana kejahatan mereka dari setiap
pasangan atau mantan serta keluarga itu disebut penghancuran dan dosa asal.
Orang miskin, hidup di Indonesia adalah salah satu hidup
masyarakat adat dan politik ekonomi sebagai bentuk dari kemiskinan untuk masuk
dalam sistem keluarga kaya, adalah dengan tanpa rasa malu, dan etika moral.
Sebagai bagian dari hidup mengereja dan non bermasyarakat adat
orang Dayak Kab, Sintang – (Pontianak, Sarawak), dan tidak bekerja untuk hidup
di Pontianak, dengan karakteristik yang tidak disukai oleh orang Tionghoa
Indonesia dan Budaya Barat.
Ketidaksenangan kaum laki – laki terutama mereka terhadap
penghasilan pastor telah terjadi kecemburuan dan hal ini terjadi dengan baik
sesuai dengan kehidupan sehari – hari, penugasan dan hidup pelayanan di paroki.
Hal ini menjelaskan bahwa berbagai akrtivitas dan sistem pemerintahan terjadi
sesuai dengan politik dan kebutuhan seksualitas.
Rasa Tidak
Bahagia & Kuasa Kegelapan
Rasa tidak bahagia adalah ketika hidup memiliki kesehatan medis,
seperti mata suatu penyakit yang buat tidak bahagia dengan dosa di masa lalu,
Pontianak, Kalimantan Barat. Hal ini terjadi ketika hidup banyak terjadi adanya
dosa sehingga berbagai hal terkait kesehatan memiliki pengertian yang berbeda
dengan kehidupan yang tidak dibutuhkan injil.
Hal ini dijelaskan dengan adanya budaya sosial masyarakat adat
yang berasal dari hidup di masa lalu, terutama di pedesaan, Kalimantan Barat.
Rasa tidak memiliki malu terhadap berbagai kehidupan dan kegelapan yang sudah
sesuai dengan hidup miskin sebelumnya.
Maka, diketahui dengan baik hidup sesuai dengan kehidupan dan
moralitas terhadap berbagai hal seperti hidup yang tidak takut akan Tuhan. Kedok
agama kristiani agar menjadi baik dihadapan keluarga dengan kelas sosial, dan
kekayaan yang diperoleh. Ketidaksenagangan, iri hati dan konflik diciptakan.
Sesuai dengan dinamika budaya masyarakat adat yang berasal dari
kalangan kristiani dan non, dengan cara yang sama hidup pada masyarakat
pedesaan, kalau disini adat Dayak yang miskin dan bekerja untuk tuannya,
sehingga berbuat apa saja sesuai kehidupan gelap dan kotor.
Kebiadaban kaum muda, terutama Dayak dan Jawa yang berasal dari
Pontianak, dan berurbanisasi menciptakan konflik dan kekerasan dalam sistem
hukum di Indonesia. Hal ini menjelaskan baik terhadap dinamika budaya
masyarakat dan kelas sosial hidup di masyarakat adat hingga saat ini.
Bahkan tidak segan untuk menjilat seperti miskinnya orang Jawa dan
priyayi itu dengan bergaul, dan Selama hidup miskin, dan memiskinkan kaum
Tionghoa Indonesia. Orang tersebut dengan baik adanya ketidakbaikan dalam hidup
bermasyarakat, terutama penduduk asli orang Indonesia.
Tidak memiliki malu, adalah kehidupan miskin di pedesaan, sehingga
mengemis tidak berbeda jauh bagi orang kaya yang hidup di berbagai Negara,
untuk mendapatkan belas kasih, baik itu sebagai pekerja, dan pengusaha lokal
terutama barang yang dihasilkan dari Negara maju seperti teknologi dan
transportasi.
Cara dan strategi orang Dayak – Jawa dan Tionghoa untuk kaya
sedikit, dan melanggar hukum tetapi dilakukan, 2023 paroki – dan lingkungan santo
yosep, pontianak adalah ketika hidup seksualitas dan bekerja, spritualitas
terjadi dari kebiadaban hidup dan dosa asal di masa lalu. Hal ini menjadi
catatan terhadap Dayak di Kalimantan Barat, telah baik dengan jika ada hukum
yang dipatuhi.
0 comments